Kisah Anak Pipit dan Kera
Pokok buluh di tepian
hutan,
Anak kedidi buat
persinggahan,
Sikap angkuh jangan
amalkan,
Kelak diri mendapat
kecelakaan.
Tersebutlah
kisah seekor kera yang tinggal sendirian
di atas sepohon pokok di tepi sebuah kolam. Kera itu sangat sombong dan
memandang rendah kepada haiwan yang kecil dan hodoh.Dia menganggap pokok tempat
tinggalnya itu miliknya seorang sehingga kera-kera lain tidak boleh tinggal di
situ. Kolam ditepi pokok itu pun
dianggap miliknya juga.
Ada seekor itik yang selalu pergi ke kolam itu. Pada
mulanya, kera membiarkan sahaja itik
itu mandi di kolam itu. Akan tetapi,
setelah melihat air di kolam itu menjadi keruh, dia menjadi marah.
“Cis tak tahu malu, mandi di kolam orang!” maki kera kepada itik yang baru
sahaja selesai mandi.
“Cerminlah rupamu yang buruk itu! Paruhmu
seperti sudu. Matamu sepet seperti kutu busuk! Sayapmu lebar seperti dauh
nipah! Jari-jarimu berselaput jadi satu! Nyahlah
kau, itik jelek!”
Itik malu dan sakit hati dicaci kera. Dia terlalu sedih
hingga menangis sepanjang jalan mengenangkan kehodohan dan kebodohannya.
Alangkah sakitnya, hati si itik,
Bila kera mencaci-cerca;
Bukan salahnya, diri tak cantik,
Pemberian dari Yang Maha Kuasa.
*********************************************************************************************************
Kawan-kawan,
Seekor ibu pipit yang sedang memberi makan kepada anak-anaknya terkejut mendengar
tangisan itik.
“Hai itik, mengapa engkau menangis? Kulihat engkau begitu sedih sekali!
Beritahu kepadaku apa sebabnya . Mungkin aku dapat menolongmu!”
“Kera besar di atas pokok di tepi kolam itu menghina
rupaku ini!” jawab itik. “Aku malu sekali! Itulah sebabnya aku menangis!” Itik
itu menangis kembali seperti tadi. “Oooo begitu! Apa yang dikatakannya?”
Itik menceritakan semua caci maki kera. Mendengar
penjelasan itik, ibu pipit segera berkata, “Berhentilah menangis, wahai itik!” Esok
pergilah ke sana semula dan mandilah sepuas-puas hatimu.”
“Aku takut! Aku malu dimaki kera itu lagi!”
“Jangan takut! Kalau kera itu memakimu, balaslah! Sebutlah segala
keburukannya!” Ibu pipit pun mengajar itik membalas cacian kera.
“Terima kasih ibu pipit!Esok aku akan mandi lagi di kolam dan nasihatmu
akan aku kuturuti!” Dengan perasaan tenang, itik kembali ke rumah.
”Esok rasalah engkau, hai kera yang
sombong!” katanya dalam hati sambil tersenyum seorang diri.
Kawan-kawan nak
tahu,
Keesokan harinya, itik itu mandi sepuas-puasnya di kolam itu.
Bukan main marahnya kera melihat itik mandi dan berenang sehingga air di kolam
itu menjadi keruh.
”Hei, berhenti! Apakah engkau tak punya rasa malu?” jeritnya
dari atas dahan.
Itik berpura-pura tidak mendengar jeritan itu. Dia terus
mandi dan mengepak-ngepak sayapnya. Setelah puas, barulah dia naik ke tebing .
Seperti kelmarin, kera mencaci maki dengan kata-kata yang cukup
menyakitkan hati si itik. Itik hanya mendengarnya dengan tenang. Setelah puas si
kera memaki hamunnya, itik itu pun membalas......
”Apakah
engkau merasa cantik? Tubuhmu ditumbuhi bulu-bulu kasar! Kepalamu seperti buah kuini
yang dimakan dan dibuang biji dan
hampasnya. Tapak tanganmu hitam...kotor...eeiiii gelinya! Kuku-kukumu......”
Belum selesai itik membalas caciannya, kera itu segera
memotong, ”lancang sekali mulutmu! Tentu ada binatang lain yang memberitahu
kepada kamu!”
”Tentu saja, hai kera angkuh! Tidak jauh dari sini seekor ibu pipit membuat
sarang. Dialah yang mengajarku!”
”Kurang ajar! Aku akan pergi ke sarangnya!”
***********************************************************************************************************
Kawan-kawan,,,,,,
Itik bergegas pulang ke rumahnya. Dia memberitahu ibu
pipit tentang niat busuk kera sombong itu. ”Alangkah bodohnya engkau!” kata ibu
pipit dengan kesal.
”Seharusnya engkau tidak menyebut siapa yang mengajarmu!Rupamu bukan hanya
jelek, tetapi engkau pun tolol!”
Belum sempat ibu pipit bersiap-siap untuk pergi, kera
sudah sampai ke sarangnya dan terus menerkamnya. Akan tetapi, dengan pantas ibu
pipit itu terbang. Sayangnya, anak pipit tidak sempat menyelamatkan diri.
Dengan rakusnya kera
memasukkan anak pipit itu ke dalam mulutnya. Kemudian, dia duduk di atas pokok
itu menanti ibu pipit kembali ke sarang untuk mengambil anaknya. Ketika itu,
ibu pipit akan diterkamnya.
Anak pipit sedih berada di dalam mulut kera. Kera
sentiasa menutup mulutnya kerana takut anak pipit akan terlepas. Anak pipit
mengeluh seorang diri. Bila anak pipit bertanya, kera hanya menjawab ”mmm..”
sahaja.
Anak pipit cuba mencari akan untuk melepaskan diri. Dia
tidak mahu mati dalam mulut kera. Lagi pun dia tidak tahan bau mulut kera yang
busuk itu.
Ha...dia mendapat satu akal. Dia bertanya kepada kera.
”Apakah ibuku sudah datang?”
”Mmmm...mmm....!”
”Apakah ibuku sudah mandi?”
”Mmmm....mmmm....!”
”Apakah bapa dan ibu sudah tidur?”
” Ha-ha-ha-ha-ha-........!”
Kera tidak dapat menahan gelihatinya dengan soalan anak
pipit itu. Dia katawa terbahak-bahak hingga mulutnya terbuka luas. Anak pipit
pun tidak membuang masa lalu terus terbang keluar dari mulut kera.
”Kurang ajar!” kera menyumpah-nyumpah.
Dia berasa tertipu. Apalagi anak pipit itu meninggalkan
sesuatu di dalam mulutnya. Di atas lidahnya terasa seperti najis anak pipit itu. Sudahlah ibu pipit dan anak pipit sudah lari,
di dalam mulutnya pula ada najis anak pipit. Geramnya kera bukan kepalang. Dia
mencari duri yang tajam. Dia terus
memotong lidahnya yang terlekat najis anak pipit dengan duri itu. Darah
mengalir dengan banyaknya. Dia menggelepar kesakitan, lalu jatuh ke atas tanah
yang keras, lalu mati. Tamatlah riwayat kera besar yang sombong.
DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/12/cerita-legenda-batu-menangis.html#ixzz2QV9uWNRQ
Cerita Legenda Batu
Menangis
Disebuah bukit yang
jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin dan seorang
anak gadisnya.
Anak gadis janda itu
sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai prilaku yang amat buruk. Gadis
itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan pekerjaan-pekerjaan
rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Selain pemalas, anak
gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus dituruti. Setiap
kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan
keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap
nasi.
Pada suatu hari anak
gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak pasar desa itu
amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang cukup melelahkan. Anak
gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan bersolek
agar orang dijalan yang melihatnya nanti akan mengagumi kecantikannya.
Sementara ibunya berjalan dibelakang sambil membawa keranjang dengan pakaian
sangat dekil. Karena mereka hidup ditempat terpencil, tak seorangpun mengetahui
bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah ibu dan anak.
Ketika mereka mulai
memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona
melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak
puas-puasnya memandang wajah gadis itu. Namun ketika melihat orang yang
berjalan dibelakang gadis itu, sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat
orang bertanya-tanya.
Di antara orang yang
melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu,
"Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu ibumu?"
Namun, apa jawaban anak
gadis itu ?
"Bukan,"
katanya dengan angkuh. "Ia adalah pembantuku !"
Kedua ibu dan anak
itu kemudian meneruskan perjalanan. Tak seberapa jauh, mendekati lagi seorang
pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
"Hai, manis.
Apakah yang berjalan dibelakangmu itu ibumu?"
"Bukan,
bukan," jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya. " Ia adalah
budakk!"
Begitulah setiap
gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan perihal
ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu atau
budaknya.
Pada mulanya
mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si ibu masih dapat
menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya sama dan yang
amat menyakitkan hati, akhirnya si ibu yang malang itu tak dapat menahan diri.
Si ibu berdoa.
"Ya Tuhan, hamba
tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya memperlakukan
diri hamba sedemikian rupa. Ya, tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah
dia...."
Atas kekuasaan Tuhan
Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu.
Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah
badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
" Oh,
Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini.
Ibu...Ibu...ampunilah anakmu.." Anak gadis itu terus meratap dan menangis
memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh
gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang
dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang
menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan
ibunya itu disebut " Batu Menangis ".
Demikianlah cerita
berbentuk legenda ini, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa kisah itu
benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang
telah melahirkan dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan
mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2011/12/cerita-legenda-batu-menangis.html#ixzz2QV9uWNRQ
Kepintaran seseorang tidak boleh diukur daripada saiz badannya....
BalasPadam